4 Novel yang Layak Dikoleksi Generasi Muda versi Herjunot Ali
TABLOIDBINTANG.COM - Herjunot Ali merekomendasikan 4 novel yang layak dibaca dan dikoleksi generasi muda. Empat novel berikut ini kebetulan telah diangkat ke layar lebar. Apa saja?
1. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (Hamka, 1938)
“Inilah buku yang menyadarkan saya bahwa Indonesia punya banyak koleksi pustaka yang bagus dan layak dibaca,” Junot mengulas. Kisah ini kali pertama ditulis Hamka dalam format cerita bersambung untuk majalah yang dipimpinnya pada 1938. Lewat kisah Hayati-Zainuddin, ia mengkritik sejumlah tradisi yang berlaku di tengah masyarakat saat itu, khususnya kawin paksa. Pada 2013, film ini diangkat ke layar lebar dan memuncaki daftar film Indonesia terlaris dengan 1,7 juta penonton. Bersamaan dengan kesuksesan itu, ujaran “Hayati lelah, Bang” populer.
2. Boemi Manusia (Pramoedya Ananta Toer, 1980)
Pramoedya Ananta Toer salah satu penulis legendaris. Dalam pandangan Junot, salah satu kelebihan Pram, caranya bertutur dan membangun setiap tokoh. Pram telah banyak melahirkan novel fenomenal namun Boemi Manusia berikut karakter Minke yang sangat ikonis kadung melekat di benak masyarakat termasuk Junot.
3. Antologi Rasa (Ika Natassa, 2011)
Dari rahim pemikirannya, Ika merilis banyak novel keren. Critical Eleven salah satu yang sukses diangkat ke layar lebar dan ditonton 900 ribu orang lebih. Ia juga menulis The Architecture of Love dan Antologi Rasa. “Tema cinta segi tiga yang diusung Antologi Rasa terasa klasik. Namun kedalaman hubungan Haris, Keara, dan Ruly sukses mempermainkan emosi pembaca. Saya larut dalam kisah mereka dan berharap bisa mengirim perasaan yang sama kepada penonton yang telah membaca novelnya,” urai Junot di Jakarta, pekan lalu.
4. Seri Supernova (Dewi Lestari, 2001-2016)
Novel fenomenal yang akan terus dibaca dan dibicarakan sampai kapan pun. Demikian Junot menggambarkan seri Supernova karya Dewi Lestari. “Seri Supernova yang terdiri Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh, Akar, Petir, Partikel, Gelombang, serta Intelegensi Embun Pagi layak disebut mahakarya. Dewi menciptakan dunia dengan detail penokohan dan problem yang bikin saya terkagum-kagum. Sebagai penulis ia cerdas. Risetnya sukses melahirkan cerita yang meyakinkan,” pungkas dia.
(wyn / gur)